Home / BERITA

Senin, 15 September 2025 - 23:09 WIB

Spiritualitas dan Sportivitas: Jalan Selamat Mengelola Hidup dan Organisasi Olahraga

Dr. Mansur, M.Kes Sekretaris Departemen Pendidikan Olahraga FKIP Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Dr. Mansur, M.Kes Sekretaris Departemen Pendidikan Olahraga FKIP Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh

Dr. Mansur, M.Kes
Akademisi dan Praktisi Olahraga

Mansport/Banda Aceh – Pertanyaan mendasar tentang tujuan hidup senantiasa menjadi refleksi yang tak lekang oleh waktu. “Kenapa kita hidup?”, “Untuk apa kita diciptakan?”, hingga “Bagaimana kita harus hidup?” bukanlah sekadar retorika, melainkan panggilan batin agar manusia menata kembali perjalanan hidupnya. Dalam konteks Islam, jawaban itu terang: Allah SWT adalah Sang Pencipta, dan manusia diciptakan untuk beribadah serta memakmurkan bumi dengan amal yang bermanfaat.

Dr. Mansur, M.Kes, seorang akademisi sekaligus praktisi olahraga, menekankan bahwa renungan semacam ini sangat relevan dan tidak hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam aktivitas keolahragaan maupun dalam berorganisasi. “Olahraga bukan sekadar menguatkan fisik, tetapi juga wahana untuk membentuk karakter, melatih disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab. Sama halnya dengan organisasi olahraga, yang harus dikelola dengan niat tulus dan penuh integritas agar menjadi ladang amal,” ujarnya.

Hidup sebagai Ibadah dan Tanggung Jawab

Islam menegaskan, manusia diciptakan bukan untuk kesia-siaan, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dalam perspektif akademis, ini berarti hidup memiliki ultimate goal yang jelas: pengabdian total kepada Sang Pencipta, diwujudkan dalam amal kebaikan dan kontribusi sosial.

Dalam olahraga, tujuan itu tercermin melalui niat yang benar. Atlet yang berlatih bukan semata mengejar medali, melainkan menunaikan amanah menjaga tubuh yang sehat, karena tubuh yang kuat menjadi modal penting untuk beribadah dan berbuat lebih banyak bagi masyarakat. Begitu juga pelatih dan pengurus organisasi olahraga, mereka sejatinya sedang beribadah melalui peran pengabdian melalui aktivitas membina, mendidik, dan mengelola generasi agar tumbuh sehat, cerdas, dan berkarakter. Agar organisasi berjalan atau hidup sesuai tuntunan, maka butuh pemimpin bukan hanya berilmu dan berakhlak, tetapi juga harus terampil dalam manajemen, komunikasi, dan pengambilan Keputusan. Biasanya pemimpin olahraga yang seperti itu memiliki keterampilan mengelola konflik, menyusun program organisasi, serta menjalin sinergi antar pemangku kepentingan, kemampanan skill, cerdas dan berintegritas.

Jalan Selamat: Perbaikan Diri dan Pembaruan Hati

Baca Juga  Aceh Utara Gelar FGD Desain Olahraga Daerah

Pertanyaan berikutnya, “Apa yang harus dilakukan agar selamat?” Dalam renungan Islam, jawabannya adalah perbaikan diri dan pembaruan hati. Dalam olahraga, konsep ini paralel dengan evaluasi diri (refleksi), perbaikan teknik, serta pembaruan strategi. Atlet yang ingin maju harus mau dikritik, berani memperbaiki kelemahan, dan terus memperbarui motivasi. Demikian pula organisasi olahraga, yang akan kuat jika para pengurusnya rendah hati untuk mengevaluasi diri, memperbaiki kesalahan manajemen, serta memperbarui semangat kolektif dalam mencapai visi bersama.

Dr. Mansur menambahkan, Organisasi olahraga tanpa perbaikan diri ibarat tim tanpa latihan, dan lambat laun akan rapuh dan kehilangan arah. Organisasi olahraga ibarat tim yang hendak bertanding yang memiliki struktur rapi, visi besar, bahkan fasilitas memadai, tetapi tanpa perbaikan diri yang berkesinambungan hanya akan menjadi bangunan kosong tanpa daya. Banyak organisasi olahraga terjebak pada rutinitas seremonial tanpa pembaruan, terkadang rapat kerja atau anggota  hanya jadi formalitas, program tahunan hanya copy paste dari tahun sebelumnya, dan evaluasi lebih sering dihindari daripada dijalankan, sehingga menandakan organisasi tanpa perencanaan, stagnan, tidak adaptif, dan kehilangan arah. Karena itu, setiap pengurus harus sadar bahwa amanah kepemimpinan adalah ujian, bukan sekadar jabatan, dan ujian itu hanya bisa dilewati dengan hati yang jernih dan tujuan yang lurus.

Siapa yang Harus Kita Percaya dan Mengapa?

Dalam hidup, manusia sering dilanda kebingungan. Pertanyaan “Siapa yang harus kita percaya?” menemukan jawabannya dalam iman kepada Allah SWT, Rasul-Nya, dan kebenaran yang bersumber dari wahyu. Kepercayaan ini melahirkan fondasi kokoh dalam mengambil keputusan, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pengelolaan organisasi. Dalam olahraga, kepercayaan juga memiliki tempat utama dalam mencapai tujuan dan sasaran. Atlet harus percaya pada proses latihan, pelatih harus percaya pada potensi anak didiknya, dan pengurus organisasi harus saling percaya dalam menjalankan amanah. Tanpa rasa saling percaya, organisasi mudah retak, sebagaimana tim olahraga tanpa kekompakan akan sulit meraih kemenangan.

Bertanya di Saat Bingung: Jalan Ilmiah dan Jalan Spiritual

Ketika kebingungan melanda, kepada siapa kita bertanya? Islam mengajarkan, bertanyalah kepada ahlinya: فَسْـَٔلُوا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (QS. An-Nahl: 43). Dalam dunia akademis, inilah prinsip ilmiah: mencari kebenaran melalui para pakar, belajar kepada mereka yang berkompeten. Dalam olahraga, atlet harus bertanya pada pelatih; organisasi harus merujuk pada aturan, AD/ART, atau pakar hukum olahraga; sementara dalam hidup, semua kembali kepada Allah SWT, Sang Maha Penentu. Ayat di atas menegaskan prinsip fundamental dalam Islam, yakni pentingnya ilmu sebagai dasar pengambilan keputusan. Tidak semua manusia menguasai segala hal, maka Allah SWT memerintahkan agar kita merujuk pada ahlinya ketika menghadapi kebingungan atau keterbatasan. Karena itu dalam dunia olahraga khususnya dan dunia lain pada umumnya seorang pemimpin harus berlandaskan pada ilmu, bukan sekadar intuisi atau kepentingan pribadi atau kelompok. Misal; dalam organisasi olahraga bahwa keputusan tentang pembinaan atlet, pengelolaan dana, hingga strategi kompetisi harus berdasarkan data, kajian akademis, dan pengalaman ahli. Dunia olahraga menuntut pengurus harus mengedepankan sportifitas, bukan intrik atau kepentingan pribadi atau kelompok. Sehingga pemimpin harus berIlmu dibidangnya dan dilandasi dengan karakter dan tanpa karakter akan melahirkan kesewenang-wenangan, jika memiliki ilmu yang berkarakter maka sosok pemimpin akan jujur, amanah, adil, rendah hati, dan auto kritik.

Baca Juga  KONI Aceh Sukses Gelar Rakerprov dan Siap Laksanakan Musorprovlub

Renungan tentang tujuan hidup bukan hanya urusan spiritual, tetapi juga menyangkut dimensi akademis dan praktis, termasuk olahraga. Hidup adalah ibadah, keselamatan diraih dengan perbaikan diri dan pembaruan hati, sementara olahraga dan organisasi adalah ladang amal yang mempertemukan niat tulus, kerja keras, serta komitmen moral. Pemimpin dalam dunia olahraga yang mengedepankan ilmu, karakter, dan keterampilan akan mampu menyeimbangkan visi spiritual (mencari ridha Allah) dengan visi praktis (menghasilkan prestasi, mencetak atlet berkarakter, dan membangun organisasi sehat). Ini menunjukkan tujuan hidup sudah jelas, dan olahraga bukan sekadar kompetisi, tetapi ibadah, hingga organisasi bukan sekadar struktur, tetapi ladang perjuangan dan bukan sekadar hidup, tetapi mengabdi untuk meraih ridha Allah, tutup Dr. Mansur, M.Kes, penuh harap.

Share :

Baca Juga

BERITA

Guru PJOK antara Mengajar dan Melatih

BERITA

Revisi Qanun Olahraga Aceh: Meneguhkan Jati Diri, Menjawab Tantangan dan Harapan

BERITA

KONI Aceh Sukses Gelar Rakerprov dan Siap Laksanakan Musorprovlub

BERITA

Aceh Utara Gelar FGD Desain Olahraga Daerah
id_IDIndonesian